Bandara Internasional Kansai di Osaka, Jepang, menjadi salah satu simbol kemajuan teknologi rekayasa sipil ketika pertama kali dibuka pada tahun 1994. Bandara ini dibangun di atas pulau buatan di Teluk Osaka, dan menjadi bandara lepas pantai pertama di dunia. Proyek ambisius ini menelan biaya sebesar 20 miliar dolar AS atau sekitar Rp 320 triliun, menjadikannya salah satu megaproyek infrastruktur paling mahal dalam sejarah Jepang.
Salah satu tantangan terbesar dalam pembangunan Kansai adalah kondisi tanahnya. Pulau buatan tersebut berdiri di atas lapisan tanah laut yang sangat lunak, yang sudah diperkirakan akan mengalami penurunan tanah (land subsidence) sejak awal. Untuk mengatasi ini, lebih dari 48.000 tiang penyangga dipancang ke dasar laut untuk menopang struktur pulau.
Meskipun sudah dirancang dengan teknologi canggih, proses penurunan tanah ternyata terjadi jauh lebih cepat dari perkiraan. Hingga tahun 2024, pulau Bandara Kansai telah tenggelam lebih dari 11 meter sejak pertama kali dibangun. Fenomena ini menjadi perhatian besar para insinyur dan ahli lingkungan, karena berdampak langsung pada operasional bandara.
Studi terbaru memperkirakan bahwa jika tren ini terus berlanjut, sebagian besar wilayah Bandara Kansai akan berada setara dengan permukaan laut pada tahun 2056. Risiko banjir dari gelombang laut tinggi dan badai menjadi ancaman serius yang terus diwaspadai oleh pengelola bandara dan pemerintah Jepang.
Untuk mengurangi dampak tersebut, serangkaian proyek mitigasi dan penguatan struktur telah dilakukan. Beberapa di antaranya meliputi peninggian landasan pacu, pemasangan sistem pompa air berkapasitas besar, dan penguatan tanggul laut. Meskipun langkah-langkah ini membantu memperlambat kerusakan, biaya pemeliharaan tahunan kini menjadi beban keuangan tambahan yang signifikan.
Kasus Bandara Kansai kini menjadi contoh studi global tentang risiko pembangunan di atas reklamasi laut. Banyak negara yang tengah merencanakan megaproyek serupa kini lebih berhati-hati dalam merancang infrastruktur di atas tanah lunak. Kansai tetap beroperasi hingga saat ini, namun keberlangsungannya dalam jangka panjang akan sangat bergantung pada inovasi teknik dan adaptasi terhadap perubahan iklim serta kenaikan permukaan laut.
Content is protected!